Senin, 25 Juli 2016

METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) PADA ANAK TUNA NETRA DI SEKOLAH LUAR BIASA SMPLB YPPC BANDA ACEH


METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) PADA ANAK  TUNA NETRA DI SEKOLAH LUAR BIASA SMPLB YPPC BANDA ACEH


PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN PAI

Diajukan Oleh :

MULIA MAWADDAH
NIM: 211323708




PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2016 M/1437 H


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha sadar yang diadakan baik secara langsung maupun cara yang tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannyuntuk mencapai kedewasaan[1]. Tujuan dari pendidikan yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[2].Dengan adanya pendidikan, diharapkan dapat membuat peserta didik mengenal jati drinya dan mengetahui cara berinteraksi. Selain itu pendidikan menjadi persiapan untuk menghadapi era globalisasi, kemajuan teknologi, sehingga peserta didik siap secara intelektual, emosional, maupun spiritual. Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang tekandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Quran dan hadis.[3]
Pendidikan Islam berlaku untuk semua umat manusia tanpa terkecuali. Setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, baik melalui pendidikan formal, informal maupun nonformal. Bahkan bagi orang yang memiliki kekurangan berhak atas pendidikan. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya, termasuk anak yang berkebutuhan khusus, seperti tuna netra yang juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa. Untuk mencapai tujuan pendidikan, sekolah mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis. Karena sekolah disamping sebagai tempat belajar juga sebagai tempat untuk menemukan jati diri siswa, baik sebagai makhluk sosial maupun spiritual. Kegiatan pengajaran di sekolah adalah merupakan bagian dari kegiatan pendidikan pada umumnya yang secara otomatis berusaha untuk membuatpesertadidik dapat berubah perilakunya dan menguasai setiap tahap tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
Keberhasilan proses belajar mengajar agama Islam tidak terlepas dari peran guru sebagai informator dan komunikator. Guru sebagai informan harus memberikan informasi yang baik kepada siswa, khususnya dalam penataan bahasa. Bahasa yang digunakan harus dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Selain itu, sebagai pendidik, guru harus memperhatikan materi pelajaran dan memilih metode pembelajaran yang tepat agar tercapainya tujuan pembelajaran. Guru juga harus memahami kondisi fisik dan psikis siswa juga yang berkenaan dengan potensi pada dirinya,. Hal tersebut sangat penting agar materi yang disampaikan oleh guru dapat diserap oleh siswa.
Berkaitan dengan proses pendidikan, akan lebih sulit mengajari siswa yang memiliki kelainan fisik terutama bagi anak tunanetra. Siswa yang memiliki kelainan dalam penglihatan membutuhkan perhatian yang khusus dari guru maupun dari lingkungan belajarnya. Seorang guru harus menyiapkan metode, mental dan media yang tepat untuk mendidik muridyang memiliki kelainan dalam penglihatan (anak tunanetra). Selain itu, orang tua harus berperan aktif untuk mendidik anaknya dalam rangka mengembangkan kemampuan intelektualnya maupun kemampuan yang lainnya. Rasulullah bersabda : “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Nasrani, Yahudi atau Majusi” (HR. Muslim).
Seperti fenomena sekarang, tak sedikit orang tua menyesali kondisi anak yang tergolong tuna netra.Mereka menganggap memiliki anak tuna netra merupakan aib bagi sebuah keluarga. Seharusnya orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak. Orang tua adalah pendidik yang pertama bagi perkembangan anak didik. Tanpa adanya dorongan dari orang tua maka perkembangan anak tunanetra akan mengalami hambatan. Untuk mengatasi pendidikan anak tuna netra ini diadakan lembaga pendidikan khusus yang menampung anak-anak tersebut, antara lain Sekolah Luar Biasa (SLB). Di sekolah ini mereka mendapatkan beberapa mata pelajaran diantaranya pendidikan agama Islam. Anak cacat khususnya anak tuna netra akan kurang dapat mengikuti kegiatan akademik apabila anak tersebut baru mengalami kelainan pada penglihatan.
Alternatif untuk menyekolahkan anak tuna netra ke sekolah khusus belum mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini dikarenakan jumlah sekolah khusus yang hanya sedikit ditambah lagi jaraknya yang sangat jauh dan ketika dimasukkan di sekolah reguler tidak diterima dengan alasan kecacatan yang dialami atau sekolah belum siap menerima anak tuna netra, sehingga membuat orang memilih untuk tidak menyekolahkannya, namun ada juga orangtua yang berusaha agar anaknya belajar walaupun di sekolah khusus.
Sekarang ini telah ada sekolah yang menampung anak-anak khusus tuna netra. Salah satu lembaga tersebut adalah UPT SMPLB YPPC Banda Aceh. Sekolah luar biasa ini adalah lembaga yang memberikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Kota Banda Aceh. Adapun peserta didik yang dilayani adalah anak berkebutuhan khusus dengan jenis ketunaan :tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, autis. Disini hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam mengajar Pendidikan Agama Islam adalah memahami karekteristik dari tiap-tiap anak, khususnya tuna netra. Hal tersebut dikarenakan anak-anak tersebut memiliki kecenderungan yang berbeda-beda, sehingga guru harus benar-benar mempersiapkan materi yang akan diajarkan. Selain itu media atau alat bantu yang digunakan di dalam mengajarkan materi Pendidikan Agama Islam sangatlah terbatas, sehingga guru dituntut untuk memiliki kreativitas dalam mengajar. Maka dari itu guru dan pihak yang terkait dengan lingkungan pendidikan harus mempersiapkan diri dari segi teori mengajarnya, mental dan emosi serta kesiapan mengajarnya. Hal itu penting karena anak didik harus mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan guru harus bisa membawa mereka mencapainya dengan kondisi anak didik yang sangat berlawanan. Artinya dalam satu kelas guru harus memberikan perlakuan belajar yang berbeda kepada setiap siswa agar tujuan itu tercapai.
Dari uraian diatas maka akan diadakan penelitian tentang “Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Pai) pada Anak  Tuna Netra di Sekolah Luar Biasa Smplb Yppc Banda Aceh
B.     Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini penulis akan merumuskan masalah yag berkaitan dengan judul proposal ini, antara lain sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah Upaya yang dilakukan Guru Pendidikan Agama Islam dalam mengajar PAI pada Anak Tuna Netra Kelas XI di SMPLB Yppc Banda Aceh?
2.   Apa Saja yang Menjadi Kendala Guru PAI dalam Mengajar PAI pada anak Tuna NetraSMPLB Yppc Banda Aceh?
3.   Metode Apakah yang digunakan Guru PAI dalam mengajar PAI pada Anak Netra SMPLB Yppc Banda Aceh?

C.    Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitan dalam penulisan proposal ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk Mengetahui Upaya yang dilakukan Guru Pendidikan Agama Islam dalam mengajar PAI pada Anak Tuna Netra KelasXI di SMPLB Yppc Banda Aceh
2.    Untuk Mengetahui Kendala Guru PAI dalam Mengajar PAI pada Anak Tuna Netra SMPLB Yppc Banda Aceh
3.     Untuk Mengetahui Metode Guru PAI dalam Mengajar PAI pada Anak Netra SMPLB Yppc Banda Aceh


D.    Manfaat Penelitian
Dalam penilitian yang penulis lakukan, terdapat manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:
1.      Secara teoritis
Untuk menambah wawasan bagi dunia pendidikan (yang menangani khusus anak tunanetra) dalam mencari dan mengembangkan pendidikan agama Islam bagi anak tuna netra. Selain itu dapat juga digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
2.      Secara praktis
Bagi guru dapat menambah wawasan, terutama tentang metode dan sebagai bekal persiapan ketika menghadapi anak tuna netra.
Bagi kepala sekolah dapat mengembangkan pendidikan agama yang inovatif dan tepat bagi anak tuna netra.

E.     Definisi Operasional
Untukmenghindariterjadikesalahpahamandan kesimpangsiurandalam memahamiistilah-istilahyang terdapatpadajudulskripsiini, maka perluadanya kejelasanterhadapistilah-istilah.Adapunistilah-istilahtersebutantaralain:
1.      Metode
Metode berasal dari kata “methodos” yang terdiri dari kata “metha” yaitu melewati, menempuh, atau melalui dan kata “hodos” yang berarti cara atau jalan. Menurut KBBI, metode adalah cara kerja yang mempunyai sistem dalam memudahkan pelaksanaan dari suatu kegiatan unuk mencapai sebuah tujuan tertentu.
Al-Ahrasy mendefinisikan bahwa metode adalah jalan yang kitaikuti untuk memberikan pengertian kepada peserta didik tentang
segala macam metode dalam berbagai pelajaran[4].

2.      Pendidikan Agama Islam
Menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut Achmadi, Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam [5].
Pendidikan agama islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qurandan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.
3.      Tuna Netra
Tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat.
Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tiak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas.



BAB II
LANDASAN TEORI
A.      Kerangka Teori
1.        Pendidikan Agama Islam
Pengertian Pendidikan Agama Islam menurut Zakiah Darodjat, dkk (2000: 86) adalah pendidikan dengan melalui ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakini secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak. Dari pengertian diatas pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara pengajaran yang meliputi bimbingan dan asuhan dengan tujuan untuk dapat mengamalkan ajaran-ajaran dalam Islam.
Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani (2004 :131) mengartikan, Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami dan menghayati hingga mengimani ajaran agama Islam, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran/ pelatihan yang telah ditentukan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya pendidikan agama Islam adalah suatu usaha yang sistematis dan praktis yang berwujud bimbingan dan asuhan terhadap anak didik baik itu bimbingan jasmani maupun rohani yang sesuai dengan ajaran agama Islam bertujuan untuk terbentuknya kepribadian yang berguna bagi dirinya, masyarakatnya dan lingkungannya.
Menurut Zuhairini dkk, (1983:27), pendidikan agama Islam adalah “usaha yang sistematis dan praktis dalam membantu anak didik agar mereka sesuai dengan ajaran Islam”.
Menurut pengertian diatas semua usaha untuk merubah tingkah laku individu melalui kependidikan adalah definisi dari pendidikan agama Islam yang tujuannya adalah perubahan dalam aspek perilaku manusia terhadap dirinya, masyarakat maupun alam sekitarnya.Sedangkan Muhaimin (2002: 76), pendidikan agama Islam adalah suatu bimbingan dan atau latihan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan keyakinan pemahaman atau penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dari peserta didik yang selain untuk membentuk kesalihan atau kualitas pribadi yang menyangkut hubungan pribadi serta kesalihan sosial. Senada dengan pendapat Zakiah Darajad hanya saja berbeda pada aspek tujuan yang hendak dicapai. Menurut Muhaimin lebih diperjelas yaitu mengenai tujuan sosialnya.
2.        Landasan Pendidikan Agama Islam
a.         Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah landasan yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang dijadikan pegangan secara formal. Landasan ini terdiri dari 3 dasar yaitu:
a)        Dasar Ideal
Yang menjadi dasarnya adalah Pancasila yaitu sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
b)        Dasar Konstitusi
Yang menjadi dasarnya tercantum dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu”.
c)        Dasar Operasional.
Dasar operasional terdapat dalam Tap MPR No.II/MPR 1993 tentang GBHN yang pada pokoknya menyatakan pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum sekolah formal mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.



b.        Landasan Religius.
Landasan religius adalah landasan yang berdasar pada sumber agama dalam hal ini khususnya Islam. Landasan ini antara lain:
a)        Al Quran
Al Quran adalah kitab suci umat Islam yang terjaga keasliannya sampai akhir zaman. Di dalamnya terkandung hukum-hukum yang mengatur kehidupan umat islam .Dalam Al Quran terdapat perintah dalam rangka pendidikan agama Islam yaitu:Qs. An Nahl:43 yang berbunyi:“ Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.(Depag RI. QS. An Nahl: 43).
b)        Al Hadits.
Al Hadits adalah semua perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi mengenai sesuatu hal. Hadits mengenai pendidikan yang diriwayatkan oleh Muslim adalah “..barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah SWT akan memudahkan jalannya ke surga...”. (Imam Nawawi, 2004: 73).

3.        Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam adalah suatu program yang mempunyai tujuan yang jelas. Tanpa adanya tujuan yang jelas maka arah dari suatu kegiatan akan tidak jelas pula. Tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha dan dorongan yang kuat. (Hery Noer Aly, 1999: 51). Dengan mempunyai tujuan yang jelas kegiatan yang akan dilaksanakan akan semakin terencana.
Tujuan umum dari pendidikan agama Islam adalah menjadikan umat muslim sejati, beriman yang teguh, beramal saleh, dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara. Sedangkan tujuan khusus untuk sekolah dasar antara lain:
a.         Penanaman rasa beragama
b.        Penanaman rasa cinta kepada Allah dan Rasulnya.
c.         Memperkenalkan agama Islam yang global yaitu mengenai rukun iman, rukun Islam dan syariat.
d.        Membiasakan anak berakhlak mulia.
e.         Membiasakan contoh tauladan yang baik. (Zuhairini, 1983: 46-47).
Tujuan khusus diatas telah mencakup tiga aspek dalam ajaran Islam. Aspek tersebut yaitu aspek akidah yang berupa rasa cinta kepada Allah dan rasulnya, aspek akhlak yaitu berakhlak mulia dan aspek sosial yaitu jiwa beragama.
Adapun menurut Abdurahman Saleh Abdullah bahwa tujuan pendidikan agama Islam meliputi 4 aspek yaitu:
a.         Aspek Jasmani
Tujuan pada aspek ini adalah terbentuknya muslim yang sehat dan kuat. Muslim yang sehat dan kuat akan lebih dicintai Allah SWT daripada muslim yang lemah. Muslim kuat akan selalu siap dalam menghadapi tugasnya.
b.        Aspek Rohani
Tujuan pada aspek ini adalah membentuk muslim yang berpribadi baik, baik terhadapat diri orang lain maupun lingkungan sekitar.
c.         Aspek Akal
Tujuan pada aspek ini membentuk muslim yang cerdas. Mempunyai wawasan yang luas dan pemikiran yang tajam serta tidak mudah diombang-ambingkan oleh orang lain. Pemikirannya selalu membawa manfaat bagi yang memanfaatkannya.
d.        Aspek Sosial
Pada aspek ini muslim mampu bersosialisasi baik dengan orang lain dan mampu mengubah lingkungan sekitarnya sesuai aturan yang ditetapkan oleh ajaran Islam. (Abdurahman, 1990: 138-148).

Dalam Al Quran dijelaskan bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan manusia itu sendiri. Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah kepada Allah ini mengandung pengertian yang luas. Meliputi beberapa aspek antara lain sisi manusia dan orang lain. Dalam ayat lain dijelaskan bahwa manusia mempunyai tugas untuk mengelola bumi ini (kholifatullah fil ‘ardh). Untuk dapat mengelola bumi ini maka manusia harus mempunyai kekuatan.
Dapat kita simpulkan bahwa tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah terbentuknya muslim yang bahagia di dunia dan di akhirat. Meskipun demikian tidak dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan akhir tersebut ada tujuan-tujuan sementara yang harus dipenuhi oleh peserta didik.

4.        Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang memiliki fungsi. Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani fungsi pendidikan agama Islam antara lain:
a.         Fungsi pengembangan yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan anak didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan sebelumnya dalam lingkungan keluarga.
b.        Penanaman nilai yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia.
c.         Penyesuaian mental yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik/sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
d.        Perbaikan yaitu untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, kelemahan anak didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran dalam kehidupan.
e.         Pencegahan yaitu untuk menangkal hal negatif dari lingkungannya atau budaya yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya.
f.         Penyaluran yaitu untuk menyalurkan anak yang memiliki bakat khusus di bidang PAI agar dapat berkembang secara optimal. (Abdul Majid, 2004: 134-135).

5.        Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam
a.         Peserta Didik
Yaitu orang atau kelompok yang menerima pengaruh dari seseorang yang menjalankan kegiatan pengajaran pendidikan agama Islam (Erwati Azis, 2003: 57). Dalam pendidikan peserta didik adalah input yang akan diproses agar menjadi sesuatu yang telah ditetapkan dalam tujuan. Peserta didik sebagai input mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Keluarga dan lingkungan sosialnya sangat mempengaruhi diri Peserta didik.
b.        Pendidik
Pendidik adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. (Hery Noer Aly, 1999: 83).
Guru adalah pendidik yang berada di instansi pendidikan (sekolah) atau lebih pada tingkatan formal. Keluarga adalah pendidik utama  pendidikan bagi anak yang sering disebut pendidikan informal. Adapun masyarakat yang merupakan kumpulan dari beberapa keluarga bertugas menyiapkan anak didik agar menaati aturan dan menjadi anggota masyarakat yang baik.
Untuk menjadi pendidik yang profesional maka dibutuhkan beberapa syarat antara lain:
harus dewasa, sehat jasmani dan rohani, ahli dalam mengajar,dan berkesusilaan. (Ahmad Tafsir, 2001: 80).
Pada dasarnya materi pendidikan dalam agama Islam tercantum dalam Al Quran dan Al Hadits. Materi pokok yang diajarkan kepada peserta didik adalah masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah), masalah ihsan (akhlak). Dari ketiga materi global tersebut kemudian dijabarkan dalam rukun iman, rukun Islam dan muhsin. Dari materi pokok tersebut maka dapat dijabarkan lagi menurut perkembangan peserta didik. (Zuhairini, 1981: 60)


6.        Media Pendidikan
Media atau alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan. (Hery Noer Aly, 1999: 83). Untuk memilih media yang tepat dalam sebuah pembelajaran maka harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
a.         Tujuan yang hendak dicapai.
b.        Media yang tersedia.
c.         Biaya pengadaan.
d.        Peserta didik.
e.         Kualitas media.(Rohmat, 2000: 20)
Dengan memperhatikan faktor tersebut diharapkan dalam pemanfaatan media akan efektif dan efisien. Sekalipun media yang digunakan bukan media yang mahal atau canggih. Akan tetapi ketika penggunaannya sesuai hasil yang diinginkan akan tercapai.
Adapun alat/media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran antara lain:
a.         Media tanpa poyeksi tiga dimensi
Media yang penggunaannya tanpa proyektor dan mempunyai ukuran panjang, lebar dan tinggi. Contohnya boneka, model, globe dan sebagainya.
b.        Media audio
Media yang hanya dapat memberikan rangsangan suara saja. Contohnya radio, tape recorder.
c.         Televisi dan video tape recorder
Media yang hanya dapat memberikan rangsangan suara dan gambar. Contoh, TV, video dan sebagainya. (Rohmat, 2000: 18-19)
Dari beberapa media yang ada diatas, maka dapat dipakai media yang sesuai untuk anak tunanetra yaitu buku dengan tulisan braille, alat bantu pendengaran, televisi, alat peraga dan lain-lain.


7.        Lingkungan
Lingkungan adalah tempat dimana pendidikan itu berlangsung. Secara langsung maupun tidak langsung lingkungan turut membantu anak didik dalam mencapai tingkat kedewasaan dan perubahan diri ke arah yang lebih baik.

8.        Metode Pendidikan
Metode adalah segala usaha yang sistematis dan praktis untuk mencapai tujuan pendidikan dengan melalui berbagai aktivitas baik didalam maupun diluar kelas dalam lingkungan sekolah. (Zuhairini, 1983: 80). Dengan adanya metode yang tepat kekurangan guru dalam mengajar akan tertutupi. Ada ungkapan bahwa metode itu lebih penting daripada materi. Penguasaan metode yang tepat akan mudah dalam menyampaikan materi dan membawa anak didik mencapai tujuan yang ditetapkan.
Metode yang sesuai untuk pembelajaran pada anak-anak tunanetra yaitu:
a.         Metode Demonstrasi
Metode ini dapat digunakan dalam pembelajaran bagi anak tuna netra apabila terdapat hal-hal yang perlu didemontrasikan. Misalnya: materi tentang shalat
b.        Metode Kerja Kelompok
Metode ini dapat digunakan untuk pembelajaran bersama antara anak tuna netra yang satu dengan anak tunanetra yang lain agar dapat terjadi interaksi dan saling membantu dalam menghadapi kesulitan yang ada.
c.         Metode Sosiodrama
Metode dengan cara mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Metode ini dapat diterapkan untuk semua anak yang mana semua mendapat peran dalam sebuah cerita atau kisah sesuai dengan kemampuannya.
d.        Metode Driil
Metode ini dapat digunakan untuk anak-anak tuna netra yang mengalami kesulitan dalam belajar.

e.         Metode Diskusi
Bagi anak tuna netra metode ini sesuai dalam pembelajaran mereka, karena mereka sangat cakap dalam berbicara sehingga diskusi dengan teman akan lebih menambah wawasannya.
f.         Metode Problem Solving
Metode ini dapat digunakan bagi anak tuna netra. Dengan memberikan sebuah masalah, anak tuna netra akan lebih tertarik untuk belajar.
g.        Metode Keteladanan
Metode ini dapat digunakan untuk semua anak, khususnya dalam bidang akhlak. Guru memberi teladan tentang akhlak yang baik agar ditiru oleh anak-anak.

9.        Evaluasi
Evaluasi adalah alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada pada jalan yang diharapkan. (Slameto, 2001: 6).Untuk dapat memberikan evaluasi yang baik dan dapat mencapai hasil yang memuaskan, maka harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi.Prinsip-prinsip evaluasi tersebut antara lain:
a.         Keterpaduan artinya evaluasi menyangkut semua aspek pendidikan yaitu metode, materi, guru dan sebagainya.
b.        CBSA yaitu evaluasi dengan melibatkan anak didik.
c.         Koherensi yaitu aspek yang ada dalam tujuan dievaluasi dengan aspek yang ada dalam tujuan itu.
d.        Diskriminalitas yaitu data akhir harus menunjukkan perbedaan tiap-tiap siswa.
e.         Keseluruhan yaitu meliputi seluruh aspek yang dilakukan oleh siswa(kognitif, afektif, psikomotorik).
f.         Paedagogik yaitu tidak hanya sebagai rekaman dari siswa saja.
g.        Akuntabilitas yaitu dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, sekolah dan kelompok profesional.(Slameto, 2001: 6).


10.    Pengertian Tuna Netra
Tuna netra termasuk kedalam kategori anak luar biasa. Sehingga mmbutuh pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa. Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalammengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,social[6].
Siswa tuna netra itu adalah mereka yang penglihatanya terganggu sehinggga menghalangi dirinya untuk berfungsi dalan pendidikan tanpa menggunakan alat khusus, latihan atau alat bantu lain secara khusus.(Purwanto, : 26).
Tuna netra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu akan tetapi masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Dilihat dari kemampuan matanya yang termasuk tuna netra adalah :
a.         Kelompok yang mempunyai acuty 20/70 feet (6/21 meter) artinya ia bisa melihat dari jarak 20 feet sedangkan mata normal (low vision).
b.        Kelompok yang hanya dapat membaca huruf E paling besar pada kartu Snellen dari jarak 20 feet, sedang orang normal dapat membacanya dari jarak 200 feet (20/200 feet atau 6/60 meter dan ini secara hukum sudah tergolong buta atau legally blind).
c.         Kelompok yang sangat sedikit kemampuan melihatnya sehingga ia hanya mengenal bentuk dan objek.
d.        Kelompok yang hanya dapat menghitung jari dari berbagai jarak.
e.         Kelompok yang tidak dapat melihat tangan yang digerakkan.
f.         Kelompok yang hanya mempunyai light projection (dapat melihat terang serta gelap dan dapat menunjuk sumber cahaya).
g.        Kelompok yang hanya mempunyai presepsi cahaya (light perception) yaitu hanya bisa melihat terang dan gelap.
h.        Kelompok yang tidak mempunyai persepsi cahaya (no light perception) yang disebut dengan buta total (totally blind) (Purwato, :26)
Yang terpenting bagi guru yang mengajar anak tuna netra adalah mengetahui sejauh mana siswa tuna netra itu dapat memfungsikan penglihatannya dalam proses belajar mengajar.Untuk itu siswa tuna netra dapat dikelompokkan menjadi 7 adalah sebagai berikut :
a.         Mereka yang mampu membaca cetak standart.
b.        Mereka yang mampu membaca cetakan standart dengan memakai alat pembesar (Magnification devices).
c.         Mereka yang hanya mampu membaca cetakan besar (No. 18).
d.        Mereka yang mampu membaca kombinasi antara cetakan besar/regular print.
e.         Mereka yang mampu membaca cetakan besar dengan menggunakan alat pembesar.
f.         Mereka yang hanya mampu dengan braille tapi masih bisa melihat cahaya 
g.        Mereka yang hanya menggunakan braille tetapi sudah tidak mampu melihat cahaya.(Purwanto, :27)
Definisi yang didasarkan pada ukuran ketajaman penglihatan tidak banyak berfungsi dalam proses pendidikan dan ini hanya berfungsi untuk kepentingan hukum, pajak dan tunjangan (bagi Negara) tertentu, bebas bagi perangko dan sebagainya.Untuk melihat bagaimana kemampuan tuna netra memfungsikan penglihatannya, kita bisa menggunakan data/catatan yang telah ada. Juga bisa melalui observasi langsung selama tuna netra melakukan aktifitas atau juga bisa menanyakan pada orang-orang terdekat, guru, orang tua dan lainnya. 
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa tuna netra ini dibagi menjadi dua yaitu buta total dan buta sebagian (low vision). Gangguan pada penglihatan dapat ditimbulkan oleh beberapa hal yaitu:
a.         Hambatan pada retina.
Dalam keadaan normal cahaya dikirim dari luar retina, tetapi disini cahaya yang masuk terhalangi. Keadaan ini disebabkan oleh virus atau bakteri pada masa prenatal atau sesudah lahir.Gambar tidak fokus pada retina. Gangguan ini antara lain rabun dekat, rabun jauh atau mata kabur. Alur informasi dari retina ke otak terhambat.Hal ini disebabkan oleh tumor pada retina atau kerusakan otak atau penyakit Retrolental Fibroplasia (penyakit retina yang ada pada bayi prematur yang butuh banyak oksigen ).
b.        Juling
Kelainan ini terjadi karena otot yang mengatur gerak bola mata lemah atau retina yang sakit.Adapun karakteristik anak tuna netra adalah:kepalanya miring atau maju ke depan
, mataya sering kabur dan pandangan kabur, sering berkedip terus atau menutup salah satu matanya, sering mencari benda kecil dengan meraba sana sini, sering mengeluh sakit kepala, pusing dan mual. (Nur’aeni, 1997: 119)
Setelah mengetahui karakteristiknya, maka dengan mudah kita untuk mengidentifikasi siswa. Selain itu dapat dicari solusi dalam pembelajarannya.

Menurut teori Maslow kebutuhan tunanetra dibagi menjadi lima antara lain:
a.         Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan setiap makhluk hidup. Setiap orang membutuhkan makan, minum, udara yang segar juga waktu untuk istirahat. Akan tetapi pemenuhan kebutuhan organis atau fisiologis ini harus diimbangi dengan kegiatan dan aktifitas gerak yang setimpal, sehingga akan timbul kesegaran jasmani dan rohani.Kesegaran jasmani dan kesegaran rohani saling mempengaruhi dan perpaduan keduanya akan mempengaruhi hasil yang dicapai dalam suatu kegiatan.

Dari uraiaan di atas maka tampak bahwa keterampilan gerak dan berpindah tempat dapat berperan dalam mengusahakan terpenuhinya kebutuhan fisiologis maupun tercapainya kesegaran jasmani dan rohani.
b.        Kebutuhan akan rasa aman
Rasa aman akan terpenuhi bagi seseorang apabila kebutuhan fisiologis dan organismenya terpenuhi. Setiap orang mendambakan lingkungan yang memberikan perasaan aman dan tidak menganggu pada dirinya. Rasa aman tercermin dalam keamanan, keteraturan dan kestabilan lingkungan.
c.         Kebutuhan akan kasih sayang
Rasa memiliki dan rasa kasih sayang itu akan ada pada seseorang apabila seseorang sudah merasakan kebutuhan fisiologisnya terpenuhi dan kebutuhan akan rasa amannya juga terpenuhi.
d.        Kebutuhan akan penghargaan
Setiap menusia membutuhkan penghargaan atau rasa dihargai oleh lingkungan. Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tapi juga bisa berbentuk penghargaan psikologis. Seseorang akan dihargai apabila ia dapat berbuat sesuatu baik bagi dirinya maupun pada lingkungan. Penghargaan dari lingkungan dapat bersifat positif dan dapat juga bersifat negatif, tergantung dari apa yang diperbuat oleh seseorang. Perbuatan yang mengakibatkan negatif maka ia akan menerima penghargaan negatif yang bisa disebut dengan hukuman. Perbuatan yang positif dan bermanfaat maka ia kan menerima penghargaan yang positif pula.
e.         Kebutuhan akan aktualitas diri
Secara mendasar dari tujuan pendidikan bagi orang tuna netra tidak berbeda dengantujuan akhir pendidikan bagi orang awas pada umumnya yaitu agar anak dapat mandiri. Pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari dan diperolehnya selama menempuh pendidikan dapat dijadikan dasar untuk kehidupan dirinya hinggga tidak banyak tergantung pada orang lain.


11.    Kerangka Pemikiran
Dalam UU No. 23 tentang perlindungan anak disebutkan bahwa anak-anak cacat berhak memperoleh pengajaran dan pendidikan begitu juga anak-anak berbakat. Dengan mengacu pada hal tersebut maka anak cacat berhak memperoleh pendidikan baik itu pendidikan formal maupun informal.Selain itu khusus dalam pendidikan Islam tidak mengesampingkan anak cacat dalam pendidikan. Untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat semua umat Islam harus memperoleh pendidikan agama Islam. Dengan pendidikan itu menusia akan dapat melaksanakan tugasnya.Baik guru atau siswa akan mengadakan perubahan untuk dapat berkomunikasi dengan anak cacat dan menolong mereka agar dapat berjalan bersama guna mencapai suatu tujuan. Guru akan bekerja keras agar apa yang disampaikan dapat diterima oleh anak cacat. Sebaliknya murid akan dapat menerima apa yang disampaikan oleh guru.
Dalam mengadakan proses pembelajaran bagi anak tuna netra maka dibutuhkan metode yang bervariasi agar anak didik dapat menyerap materi yang diajarkan. Metode yang dapat digunakan dalam rangka pembelajaran ini antara lain metode tanya jawab, metode diskusi, metode ceramah, metode demonstrasi, dan drill. Dengan demikian pendidikan tidak hanya diperuntukkan anak normal, tetapi juga menjadi hak untuk anak tunanetra dalam memperoleh pendidikan. Bagaimanapun mereka juga punya potensi seperti anak normal pada umumnya.
B.     Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini diperoleh dari buku pedoman yang berisi bahan kajian yang relevan dengan permasalahan yang penulis teliti saat ini. Penelusuran pustaka dimaksudkan untuk mempertajam metodologi, memperkuat kajian teoritis dan memperoleh informasi terkait dengan penelitian yang dilakukan[7]. Berikut ini dipaparkan beberapa buku yang dipakai sebagai buku panduan yang relevan dengan skripsi penulis.
1.      Bandi Delphie, "Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus", Bandung: Refika Aditama, 2006. Berisi tentang karakteristik ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). interaksi anak terhadap lingkungannya dihadapkan pada tiga dimensi utama, yaitu kemampuan, lingkungan, dan kebutuhan. Buku ini juga membahas mengenai model IEP (Individualized Educational Program) dengan memperhatikan kemampuan masing-masing siswa[8].
2.      Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Buku ini membahas tentang seluk beluk anak berkelainan, mulai dari tuna netra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,dan tuna laras[9].
3.      Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005. Buku ini membahas tentang metode-metode pembelajaran PAI: ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, demonstrasi, eksperimen, sosiodrama, kerja kelompok, pemecahan masalah, dan simulasi. Masing masing metode disertai langkah-langkah penerapannya dalam proses pembelajaran serta kelebihan dan kelemahannya[10].
4.      Skripsi :Efektifitas Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunanetra Di Sekolah Luar Biasa A (Slb-A) (Studi Kasus Pada Tingkat Smp Ykab Di Slb-A Jebres Surakarta) oleh Ria Gerhana Sari Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2011.
5.      Skripsi :Implementasi Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunanetra Di SMP SLB A Negeri 1 Pemalang oleh Siti Marfuah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Tarbiyah-STAIN  Pekalongan 2012.




BAB III
METODE PENELITIAN
A.      Tempat dan Waktu Penelitan
Penelitian ini dilaksanakan di SMPLBYppc Banda Acehyang berlokasi di Jl. Sekolah No. 4 Labui Provinsi Aceh.waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 10 Juli 2016.
B.       Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu penelitian kualitatif yang berusaha memberikan dengan sistematis format fakta-fakta aktual dan sifat populasi tertentu[11]. Penelitian ini untuk memperoleh fakta-fakta atau peristiwa yang terjadi khususnya metode pembelajaran PAI yang digunakan dalam pembelajaran PAI bagi anak tuna netra tingkat
SMPLB Yppc Banda Acehsekaligus penerapannya.

C.      Sumber Data/ Subjek Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari informan, KBM, dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini adalah guru PAI. Sumber data dari KBM adalah digunakan untuk mengetahui metode pembelajaran PAI dan penerapannya bagi siswa tuna netra. Sumber data dari dokumentasi untuk mendapatkan data tentang visi misi SMPLB Yppc Banda Aceh, data siswa tuna netra, data guru, kurikulum, dan sarana prasarana yang tersedia di SMPLB Yppc Banda Aceh.


D.      Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1.      Observasi
Dalam proses pengumpulan data, salah satu metode yang digunakan adalah observasi. Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap obyek baik secara langsung ataupun tidak langsung[12]. Kegiatan observasi ini penulis gunakan untuk memperoleh metode pembelajaran PAI bagi anak tuna netra dan penerapannya. Penulis melakukan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian.
2.      Wawancara
Wawancara adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancarauntuk memperoleh informasi dari terwawancara[13].Wawancara inidilakukan untuk mengetahui metode pembelajaran PAI bagi anak tuna netra dan penerapannya, kurikulum yang digunakan dan prinsip-prinsip pembelajaran PAI. Wawancara dilakukan dengan stake holder SMPLB Yppc Banda Aceh yang meliputi kepala sekolah, guru PAI SMPLB, dan wakil kepala kesiswaan.


3.      Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat pengumuman, pernyataan tertulis tentang kebijakan tertentu, danbahan-bahan tertulis lainnya[14]. Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan SMPLB Yppc Banda Aceh, seperti struktur organisasi, data guru dan karyawan, data siswa, kurikulum, dan lain sebagainya.
E.       Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan dapat diinformasikan kepada orang lain.
Dalam hal ini, penulis menggunakan analisis data kualitatif, yang mana data dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu dengan mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, atau kejadian yang terjadi saat sekarang atau memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan.


DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Rineka cipta,2001
Ali, Mohamad. Penelitian Pendidikan, Prosedur dan Strategi .Bandung: Angkasa, 1987
Arikunto, Suharsimi.Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, ed., VI
Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002
Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung: Refika
Aditama, 2006
Efendi, Mohammad, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2006
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2005
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005
Sarwono, Jonathan. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal3




[1] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka cipta,2001), hal.69.
[2]Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3.
[3] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010),hal. 6-8.
[4]Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm.3.
[5]Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.29.
[6] Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), hlm.1.
[7]Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm.105.
[8]Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Refika Aditama,
2006), hlm. 141-158
[9]Mohammad Efendi, Op.Cit, hlm. 87-110.
[10]Ramayulis, Op.Cit, hlm.45-77.
[11]S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm.1.
[12]Mohamad Ali, Penelitian Pendidikan, Prosedur dan Strategi (Bandung: Angkasa, 1987),
hlm. 91.

[13]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta), ed., VI, hlm.155.,
[14]Jonathan Sarwono, Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2006), hlm. 225.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar