Senin, 25 Juli 2016

PEMBAHASAN PARA ULAMA TENTANG SUNNAH, IJMA’, QIYAS, DAN IJTIHAD, SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN TASYRI’

PEMBAHASAN PARA ULAMA TENTANG SUNNAH, IJMA’, QIYAS, DAN IJTIHAD, SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN TASYRI’
A.    Pembahasan Para Ulama Tentang Sunnah, Ijma’, Qiyas, dan Ijtihad
1.      Sunnah
Sunnah Nabi menurut Al Imam Abu Zahra adalah sabda-sabda Nabi saw perbuatan beliau dan taqrir beliau. Para ulama sepakat bahwa sunnah mrupakan sumber hukum syar’i yang kedua sesudah Al-Quran. As-sunnah membentuk dan menetapkan hukum tersendiri yang tidak dapat didalam Al-Quran[1]
2.      Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama mujtahidin dari ummat Muhammad saw setelah wafat beliau dalam suatu waktu dari beberapa waktu dan atas sesuatu masalah dari beberapa masalah. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa kehujjahan ijma’ adalah dhanni, bukn qath’i. oleh karena itu ijma’ hanya dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam bidang amal dan tidak bisa dipakai sebagai pegangan dalam bidang aqidah (I’tiqad).
3.      Qiyas
Qiyas yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits, melainkan berdasarkan persamaan illat.
4.      Ijtihad
Ijtihad yaitu usaha dengan sungguh-sungguh menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum-hukum syara’ berdasarkan dalil-dalil nash (al-Quran dan Alhadits).



B.     Pengaruh Sunnah, Ijma’, Qiyas, dan Ijtihad terhadap Perkembangan Tasyri’
1.      Masa Nabi
Nabi melakukan ijtihad apabila terhadap suatu peristiwa yang tidak ada ketentuan hukumnya. Kemudian dengan ijtihad para sahabat, nabi membolehkan mereka untuk melakukan ijtihad

2.      Masa Khulafaurrasyidin
Dalam penetapan hukum, khulafaurrasyidin tetap berpegang dengan Al-Quran dan as-Sunnah. Tetapi adakalanya dengan menggunakan kesepakatan bersama yang disebut dengan ijma’ dan qiyas. Sebagai pengganti nabi dalam mengambil umber hukum untuk menentukan suatu perkara, mengambil dari al-quran, as-sunnah, dan ijtihad.
3.      Tabi’in
Di era ini perkembangan fiqh membingungkan banyak pengamat. Karena akibat dari warisan pergolakan antara `Ustman dan Ali. Hingga sampai pada pemerintahan daulah Umayyah. Hingga sampai melahirkan agitas teologi yang cukup tajam. Sehingga banyak pengamat sejarah yang mengatakan bahwa dalam periode ini perkembangan fiqh tenggelam di bawah perpecahan antara kesatuan agama dan negara. Bahwa pergolakan daulah Umayyah yang membawa agitas teologi, ternyata membawa pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan fiqh berikutnya yaitu era kodifikasi yang munculnya Imam-imam mazhab. Pada pembahasan "fiqh dalam era keemasan". Sehingga fiqh dari masa kemasa mempunyai kesinambungan antara yang satu dengan yang lain. Periode ini dalam perkembangan fiqhnya bermula ketika pemerintahan Islam diambil alih oleh Muawiyah bin Abu Sofyan tahun 41 H hingga awal abad kedua Hijrah.
4.      Era zaman Keemasan
Masa ini sangat terkenal dengan perkembangan kebudayaan perluasan perdagangan dari semua cabang ilmu ekonomi serta kemajuan dalam ilmu pengetahuan. kira-kira pada abad ke delapan adalah banyak ilmu pengetahuan yang berbahasa ajam kedalam bahasa arab, terutama dari bahasa Parsi dan bahasa Yunani. Ilmu-ilmu fiqh berkembang sangat pesat yaitu banyaknya tafsir-tafsir al-Qur`an dan kumpulan-kumpulan hadis. Hingga yang paling menonjol dalam periode ini adalah lahirnya beberapa fuqaha sunni yang terbagi ke dalam dua golongan yaitu fuqaha sunni ahli ra`yi di Irak dengan pelopor Imam Abu Hanifah, dan golongan yang kedua fuqaha sunni hadis di Hijaz yang dipelopori oleh Imam Malik bin Anas.

5.      Era Stabnasi dan Jumud
Pada pertengahan abad IV Bani Abasiyah mulai terdapat tanda-tanda kejatuhannya, karena disebabkan banyak daerah-daerah dominannya melepaskan diri dari khalifah Abbasiyah dengan mendirikan negara sendiri. Akibatnya kekuasaan menjadi lemah dan mundur. Dengan demikian yang dahulu pemerintahan selalu dipegang oleh seorang muslim, akhirnya berpindah tangan kepada orang yang tak mengenal Tuhan, bengis, kejam, yaitu Jenghis Khan serta anak keturunannya. Hal ini pergolakan politik semacam ini sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan dalam dunia Islam mengalami kemunduran. Dari situasi politik yang kacau pada waktu itu, menyebabkan kemunduran dalam hal ilmu pengetahuan. Hingga akhirnya munculah faham taqlid, Yaitu menerima pendapat secara mutlak dari seorang imam (mazhab) yang tertentu untuk mengikuti fatwa-fatwa hukumnya. akhirnya fuqaha SunnþÃmenutup pintu ijtihad, sehingga berkembang bid`ah, kurafat kejumudan berpikir.
6.      Era Kebangkitan Kembali
Kita dapat melihat dalam era kebangkitan fiqh ini dapat kita lihat sekurang-kurangnya terdapat empat pola utama yang menonjol. Pertama, modernisme, dalam pola ini digandrungi oleh banyak ulama yang terdidik dalam alam sekuler. Kedua, Survivalisme, agaknya berbeda dengan pola pertama. Dalam pola kedua ini bercita-cita ingin membangun pemikiran fiqh dengan berpijak kepada mazhab-mazhab fiqh yang sudah ada. Dengan menggali permasalahan yang didasarkan pada pemikiran mazhab tersebut tanpa memandang kepedulian sosial. Ketiga, tradisional, pola ini kecenderungan dengan aliran salafiyah, yang lebih menekankan pada kembalinya kepada al-Qur`an dan as-Sunnah dengan mendakwahkan keharusan mengikuti ulama salaf (sahabat dan tabi`in) dengan karakteristiknya adalah benar-benar memegang sunnah Nabi yang sekiranya tidak keluar dalam nash al-Qur`an. Keempat, neosurvivalisme, dalam perkembangan terakhir ini, banyak di kalangan ulama dan fuqaha merespon perkembangan yang baru dengan memfokuskan terhadap kepedulian sosial.



ANALISIS
A.    Sunnah
Sunnah yaitu segala perkataan, perbuatan, taqrir, ketetapan Nabi saw. Sunnah menjadi posisi kedua sebagai sumber hukum islam. Ulama banyak terjadi perbedaan pendapat pada penulisan hadits, periwayatan hadits menurut makna, perbedaan dalam menilai keshahihan hadits, perbedaan dalam perbendaharaan hadits, serta pengumpulan dan pengunggulan imam hadits (tarjih).
Sunnah sangat berpengaruh didalam perkembangan tasyri, karena salah satu fungsi sunnah yaitu memberi penjelasan terhada ayat Al-Quran yang bersifat qath’i. contohnya ketika didalam alquran terdapat ayat tentang perintah shalat :”dan dirikanlah shalat,..”. didalam ayat ini hanya terdapat perintah untuk melaksanakan ibadah shalat, namun kita tidak tahu bagaimana cara melaksanakannya. Sehingga turun sunnah/hadits : “shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”. Hadits ini menggambarkan bagaimana gerakan shalat yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw.
B.     Ijma’
Ijma’ yaitu kesepakatan para ulama. Ijma’ menjadi sumber hukum selanjutnya dan diakui keempat imam mazhab.
Ijma’ juga sangat berpengaruh didalam perkembangan tasyri’ terurama ketika ada permasalahan-permasalahan baru, maka ulama perlu melakukan ijma’ untuk memutuskan suatu hukum yang berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits.
C.    Qiyas
Qiyas yaitu menetapkan suatu hukum berdasarkan persamaan illat karena belum ada ketentuan hukum didalam nash Al-Quran dan Hadits. Ulama banyak terjadi perbedaan pendapat tentang qiyas yaitu ada ulama yang mengakui dan ada yang tidak mengakui, selain itu pada saat penetapan illat, dan ketentuan yang menjadi syarat-syarat illat. Pada sumber hukum ini, tugas para mujtahid yaitu mencari illat yang tersembunyi dari dalam nash, sehingga dapat dikeluarkan produk hukum kasus tertentu berdasarkan persamaan illat.
Qiyas juga sangat berpengaruh didalam perkembangan tasyri’. Karena ketika ada permasalahan yang tidak ada didalam nash maka disitulah peran ulama untuk mengqiyaskan dengan persamaan illat. Misalkan tentang pengeluaran zakat fitrah. Yang menjadi wajib dikeluarkan zakat pada masa nabi yaitu kurma, anggur sebagai makanan pokok saat itu. Namun seperti yang kita lihat sekarang, beda daerah (negara) maka beda makanan pokoknya, di Indonesia makanan pokoknya beras, di India makanan pokoknya sagu, dan lain-lainnya. Karena timbulnya persoalan baru maka para mujtahid melakukan qiyas dengan mencari illat yang tersembunyi. Untuk kasus yang diatas tadi maka yang menjadi illatnya yaitu makanan pokok.
D.    Ijtihad
Ijtihad yaitu bersungguh-sungguh dalam menggunakan tenaga baik fisik maupun pikiran dalam menetapkan hukum-hukum syara’. Ijtihad sudah ada sejak masa nabi bahkan sampai sekarang. Walaupun beberapa ulama mengatakan pintu ijtihad sudah ditutup, sebenarnya sampai sekarang pintu ijtihad masih terbuka. Karena apabila pintu ijtihad tertutup maka ketika ada permasalaha-permasalahan baru, ulama tidak akan menemukan titik temu dan penyelesaian masalah, bahkan akan terjadinya kejumudan didalam berfikir. Karena ijtihad berfungsi untuk mendapat solusi hukum jika ada suatu masalah yang harus diterapkan hukumnya, yang tidak ditemui didalam nash Al-Quran dan Hadits baik dalam bentk ijma’ maupun qiyas. Namun kalau dikatakan ijtihad tertutup, menurut saya itu tertutup untuk menjadi mujtahid mustaqil, yaitu mujtahid yang bebas menggunakan kaidah-kaidah yang ia buat sendiri, dia menyusun fiqhnya sendiri yang berbeda dengan mazhab. Yang dimaksudkan ijtihad tertutup yaitu tidak adanya peluang untuk membuat mazhab sendiri.
Ijtihad ada dua macam, yaitu :
a.       Ijtihad fardhi
Ijtihad yang dihasilkan oleh eseorang tetapi elum mendapat persetujuan dari para mujtahid.
Contohnya : pembaiatan Mu’as bin Jamal sebagai walikota di Yaman
b.      Ijtihad Jama’i
Ijtihad yang diputuskan secara bersama-sama para mujtahid. Langkah-langkahnya yaitu mengumpulka para mujtahid, menyampaikan agenda yang akan dimusyawarahkan, yang bertujuan untuk menggali dan menetapan suatu hukum dengan ketetapan yang lebih tepat.
Contohnya: bayi tabung dan maslah ekonomi syari’ah. Umumnya yaitu tentang masail fiqhiyah.

Ijma’, qiyas, ijtihad dapat mempengaruhi perkembangan tasyri’, karena sebagai media dalam menyeimbangkan perkembangan zaman dengan fiqh. Meskipun 4 mazhab berbeda dalam menetapkan hukum, namun secara hukum dasar sama, hanya saja didalm furu’ berbeda, itu disebabkan karena berbedanya masa hidup, kondisi empat dan waktu.



[1] Steenbrink, Karer A, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke- 19, Jakarta Bulan Bintang,1984

Tidak ada komentar:

Posting Komentar