PEMBAHASAN PARA
ULAMA TENTANG SUNNAH, IJMA’, QIYAS, DAN IJTIHAD, SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
PERKEMBANGAN TASYRI’
A.
Pembahasan Para Ulama Tentang Sunnah, Ijma’, Qiyas,
dan Ijtihad
1.
Sunnah
Sunnah Nabi menurut Al
Imam Abu Zahra adalah sabda-sabda Nabi saw perbuatan beliau dan taqrir beliau.
Para ulama sepakat bahwa sunnah mrupakan sumber hukum syar’i yang kedua sesudah
Al-Quran. As-sunnah membentuk dan menetapkan hukum tersendiri yang tidak dapat
didalam Al-Quran[1]
2.
Ijma’
Ijma’ adalah
kesepakatan para ulama mujtahidin dari ummat Muhammad saw setelah wafat beliau
dalam suatu waktu dari beberapa waktu dan atas sesuatu masalah dari beberapa
masalah. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa kehujjahan ijma’ adalah dhanni,
bukn qath’i. oleh karena itu ijma’ hanya dapat dipergunakan sebagai pegangan
dalam bidang amal dan tidak bisa dipakai sebagai pegangan dalam bidang aqidah
(I’tiqad).
3.
Qiyas
Qiyas yaitu menetapkan
suatu hukum perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya berdasarkan nash
Al-Quran dan Hadits, melainkan berdasarkan persamaan illat.
4.
Ijtihad
Ijtihad yaitu usaha
dengan sungguh-sungguh menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan
hukum-hukum syara’ berdasarkan dalil-dalil nash (al-Quran dan Alhadits).
B.
Pengaruh Sunnah, Ijma’, Qiyas, dan Ijtihad terhadap
Perkembangan Tasyri’
1.
Masa Nabi
Nabi
melakukan ijtihad apabila terhadap suatu peristiwa yang tidak ada ketentuan
hukumnya. Kemudian dengan ijtihad para sahabat, nabi membolehkan mereka untuk
melakukan ijtihad
2.
Masa Khulafaurrasyidin
Dalam penetapan hukum, khulafaurrasyidin tetap
berpegang dengan Al-Quran dan as-Sunnah. Tetapi adakalanya dengan menggunakan
kesepakatan bersama yang disebut dengan ijma’ dan qiyas. Sebagai pengganti nabi
dalam mengambil umber hukum untuk menentukan suatu perkara, mengambil dari
al-quran, as-sunnah, dan ijtihad.
3.
Tabi’in
Di era ini perkembangan fiqh membingungkan banyak
pengamat. Karena akibat dari warisan pergolakan antara `Ustman dan Ali. Hingga
sampai pada pemerintahan daulah Umayyah. Hingga sampai melahirkan agitas
teologi yang cukup tajam. Sehingga banyak pengamat sejarah yang mengatakan
bahwa dalam periode ini perkembangan fiqh tenggelam di bawah perpecahan antara
kesatuan agama dan negara. Bahwa pergolakan daulah Umayyah yang membawa
agitas teologi, ternyata membawa pengaruh yang cukup besar terhadap
perkembangan fiqh berikutnya yaitu era kodifikasi yang munculnya Imam-imam
mazhab. Pada pembahasan "fiqh dalam era keemasan". Sehingga fiqh dari
masa kemasa mempunyai kesinambungan antara yang satu dengan yang lain. Periode
ini dalam perkembangan fiqhnya bermula ketika pemerintahan Islam diambil alih
oleh Muawiyah bin Abu Sofyan tahun 41 H hingga awal abad kedua Hijrah.
4.
Era zaman Keemasan
Masa ini sangat
terkenal dengan perkembangan kebudayaan perluasan perdagangan dari semua cabang
ilmu ekonomi serta kemajuan dalam ilmu pengetahuan. kira-kira pada abad ke
delapan adalah banyak ilmu pengetahuan yang berbahasa ajam kedalam bahasa arab,
terutama dari bahasa Parsi dan bahasa Yunani. Ilmu-ilmu fiqh berkembang sangat
pesat yaitu banyaknya tafsir-tafsir al-Qur`an dan kumpulan-kumpulan hadis.
Hingga yang paling menonjol dalam periode ini adalah lahirnya beberapa fuqaha
sunni yang terbagi ke dalam dua golongan yaitu fuqaha sunni ahli ra`yi di Irak
dengan pelopor Imam Abu Hanifah, dan golongan yang kedua fuqaha sunni hadis di
Hijaz yang dipelopori oleh Imam Malik bin Anas.
5.
Era Stabnasi dan Jumud
Pada pertengahan abad
IV Bani Abasiyah mulai terdapat tanda-tanda kejatuhannya, karena disebabkan
banyak daerah-daerah dominannya melepaskan diri dari khalifah Abbasiyah dengan
mendirikan negara sendiri. Akibatnya kekuasaan menjadi lemah dan mundur. Dengan
demikian yang dahulu pemerintahan selalu dipegang oleh seorang muslim, akhirnya
berpindah tangan kepada orang yang tak mengenal Tuhan, bengis, kejam, yaitu
Jenghis Khan serta anak keturunannya. Hal ini pergolakan politik semacam ini
sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga ilmu
pengetahuan dalam dunia Islam mengalami kemunduran. Dari situasi politik yang
kacau pada waktu itu, menyebabkan kemunduran dalam hal ilmu pengetahuan. Hingga
akhirnya munculah faham taqlid, Yaitu menerima pendapat secara mutlak dari
seorang imam (mazhab) yang tertentu untuk mengikuti fatwa-fatwa hukumnya.
akhirnya fuqaha SunnþÃmenutup pintu ijtihad, sehingga berkembang bid`ah,
kurafat kejumudan berpikir.
6.
Era Kebangkitan Kembali
Kita dapat melihat
dalam era kebangkitan fiqh ini dapat kita lihat sekurang-kurangnya terdapat
empat pola utama yang menonjol. Pertama, modernisme, dalam pola ini digandrungi
oleh banyak ulama yang terdidik dalam alam sekuler. Kedua, Survivalisme,
agaknya berbeda dengan pola pertama. Dalam pola kedua ini bercita-cita ingin
membangun pemikiran fiqh dengan berpijak kepada mazhab-mazhab fiqh yang sudah
ada. Dengan menggali permasalahan yang didasarkan pada pemikiran mazhab
tersebut tanpa memandang kepedulian sosial. Ketiga, tradisional, pola ini kecenderungan
dengan aliran salafiyah, yang lebih menekankan pada kembalinya kepada al-Qur`an
dan as-Sunnah dengan mendakwahkan keharusan mengikuti ulama salaf (sahabat dan
tabi`in) dengan karakteristiknya adalah benar-benar memegang sunnah Nabi yang
sekiranya tidak keluar dalam nash al-Qur`an. Keempat, neosurvivalisme, dalam
perkembangan terakhir ini, banyak di kalangan ulama dan fuqaha merespon
perkembangan yang baru dengan memfokuskan terhadap kepedulian sosial.
ANALISIS
A.
Sunnah
Sunnah yaitu segala perkataan, perbuatan, taqrir,
ketetapan Nabi saw. Sunnah menjadi posisi kedua sebagai sumber hukum islam.
Ulama banyak terjadi perbedaan pendapat pada penulisan hadits, periwayatan
hadits menurut makna, perbedaan dalam menilai keshahihan hadits, perbedaan
dalam perbendaharaan hadits, serta pengumpulan dan pengunggulan imam hadits
(tarjih).
Sunnah sangat berpengaruh didalam perkembangan
tasyri, karena salah satu fungsi sunnah yaitu memberi penjelasan terhada ayat
Al-Quran yang bersifat qath’i. contohnya ketika didalam alquran terdapat ayat
tentang perintah shalat :”dan dirikanlah
shalat,..”. didalam ayat ini hanya terdapat perintah untuk melaksanakan
ibadah shalat, namun kita tidak tahu bagaimana cara melaksanakannya. Sehingga
turun sunnah/hadits : “shalatlah kamu
sebagaimana kamu melihat aku shalat”. Hadits ini menggambarkan bagaimana
gerakan shalat yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw.
B.
Ijma’
Ijma’ yaitu kesepakatan
para ulama. Ijma’ menjadi sumber hukum selanjutnya dan diakui keempat imam mazhab.
Ijma’ juga sangat
berpengaruh didalam perkembangan tasyri’ terurama ketika ada
permasalahan-permasalahan baru, maka ulama perlu melakukan ijma’ untuk
memutuskan suatu hukum yang berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits.
C.
Qiyas
Qiyas yaitu menetapkan
suatu hukum berdasarkan persamaan illat karena belum ada ketentuan hukum
didalam nash Al-Quran dan Hadits. Ulama banyak terjadi perbedaan pendapat
tentang qiyas yaitu ada ulama yang mengakui dan ada yang tidak mengakui, selain
itu pada saat penetapan illat, dan ketentuan yang menjadi syarat-syarat illat. Pada
sumber hukum ini, tugas para mujtahid yaitu mencari illat yang tersembunyi dari
dalam nash, sehingga dapat dikeluarkan produk hukum kasus tertentu berdasarkan
persamaan illat.
Qiyas juga sangat
berpengaruh didalam perkembangan tasyri’. Karena ketika ada permasalahan yang
tidak ada didalam nash maka disitulah peran ulama untuk mengqiyaskan dengan
persamaan illat. Misalkan tentang pengeluaran zakat fitrah. Yang menjadi wajib
dikeluarkan zakat pada masa nabi yaitu kurma, anggur sebagai makanan pokok saat
itu. Namun seperti yang kita lihat sekarang, beda daerah (negara) maka beda
makanan pokoknya, di Indonesia makanan pokoknya beras, di India makanan
pokoknya sagu, dan lain-lainnya. Karena timbulnya persoalan baru maka para
mujtahid melakukan qiyas dengan mencari illat yang tersembunyi. Untuk kasus
yang diatas tadi maka yang menjadi illatnya yaitu makanan pokok.
D.
Ijtihad
Ijtihad yaitu bersungguh-sungguh dalam menggunakan
tenaga baik fisik maupun pikiran dalam menetapkan hukum-hukum syara’. Ijtihad
sudah ada sejak masa nabi bahkan sampai sekarang. Walaupun beberapa ulama
mengatakan pintu ijtihad sudah ditutup, sebenarnya sampai sekarang pintu
ijtihad masih terbuka. Karena apabila pintu ijtihad tertutup maka ketika ada
permasalaha-permasalahan baru, ulama tidak akan menemukan titik temu dan
penyelesaian masalah, bahkan akan terjadinya kejumudan didalam berfikir. Karena
ijtihad berfungsi untuk mendapat solusi hukum jika ada suatu masalah yang harus
diterapkan hukumnya, yang tidak ditemui didalam nash Al-Quran dan Hadits baik
dalam bentk ijma’ maupun qiyas. Namun kalau dikatakan ijtihad tertutup, menurut
saya itu tertutup untuk menjadi mujtahid mustaqil, yaitu mujtahid yang bebas
menggunakan kaidah-kaidah yang ia buat sendiri, dia menyusun fiqhnya sendiri
yang berbeda dengan mazhab. Yang dimaksudkan ijtihad tertutup yaitu tidak
adanya peluang untuk membuat mazhab sendiri.
Ijtihad ada dua macam, yaitu :
a.
Ijtihad fardhi
Ijtihad
yang dihasilkan oleh eseorang tetapi elum mendapat persetujuan dari para
mujtahid.
Contohnya
: pembaiatan Mu’as bin Jamal sebagai walikota di Yaman
b.
Ijtihad Jama’i
Ijtihad
yang diputuskan secara bersama-sama para mujtahid. Langkah-langkahnya yaitu
mengumpulka para mujtahid, menyampaikan agenda yang akan dimusyawarahkan, yang
bertujuan untuk menggali dan menetapan suatu hukum dengan ketetapan yang lebih
tepat.
Contohnya:
bayi tabung dan maslah ekonomi syari’ah. Umumnya yaitu tentang masail fiqhiyah.
Ijma’, qiyas, ijtihad dapat mempengaruhi
perkembangan tasyri’, karena sebagai media dalam menyeimbangkan perkembangan
zaman dengan fiqh. Meskipun 4 mazhab berbeda dalam menetapkan hukum, namun
secara hukum dasar sama, hanya saja didalm furu’ berbeda, itu disebabkan karena
berbedanya masa hidup, kondisi empat dan waktu.
[1]
Steenbrink, Karer A, Beberapa Aspek
tentang Islam di Indonesia Abad ke- 19, Jakarta Bulan Bintang,1984
Tidak ada komentar:
Posting Komentar